Senin, 26 Januari 2009

PROFIL

A. PENDAHULUAN
Istilah Zawiyah Jakarta dicetuskan pertama kali oleh Syaikh KH. Saifuddin Amsir, seorang ulama asli Betawi. Istilah ini yang dalam bahasa Indonesia berarti Sudut Jakarta sarat dengan makna sufistik. Zawiyah Jakarta adalah sudut spiritualitas yang diharapkan dapat mencerahkan dan membebaskan ummat dari kesempitan hati yang berada di tengah-tengah pertarungan hidup dan bergulat dengan dengan segala persoalannya; sudut spiritualitas yang menjadi rumah bagi siapapun yang tersingkir dan merasa kalah oleh kekuatan dan tipu daya duniawi dan mendampingi mereka untuk mencapai derajat insan kamil. Sedangkan Istilah Betawi Corner beliau cetuskan kemudian sebagai sudut intelektualitas yang melengkapi sudut spritualitas. Sudut ini juga sebagai sudut tandingan atau antitesa dari sudut Amerika (American Corner) yang bercokol di UIN Jakarta dan di berbagai universitas bergengsi lainnya di Indonesia yang ditenggarai mempunyai agenda tersendiri untuk merusak Islam dan semua agama yang ada melalui program liberalisme dan pluralisme pemikiran.
Pada acara Halaqah Khusus Ulama Betawi yang diadakan oleh Jakarta Islamic Centre (JIC) hari Kamis, 10 Mei 2007, ide tentang Betawi corner mengemuka kembali dari penuturan KH. Saefuddin Amsir. Untuk menguatkan idenya tentang keberadaan Betawi Corner, beliau secara kilas balik menceritakan tentang kualitas ke-Islaman orang Betawi tempo dulu.
Menurut beliau, dulu, ke-Islaman orang Betawi sangat dikenal. Bahkan seorang Snouck C. Hurgronje, mengutip dari pendapat Ridwan Saidi, menyatakan tidak ada di Nusantara ini yang lebih relijius daripada orang Betawi. Begitu kuatnya orang Betawi memegang ke-Islamannya, Snouck C. Hurgronje sendiri tidak dapat menanamkan pengaruhnya ke tanah Betawi, Bahkan Souck pun menjadikan Guru Mughni, Kuningan sebagai rujukannnya . Dalam hal penguasaan ilmu ke-Islaman, ulama Betawi dulu dikenal sangat mendalam dan dapat disejajarkan dengan ulama-ulama Nusantara lainnya. Sebagai contoh adalah saat A. Hasan Bandung (Persis) harus berdebat dengan Guru Abdul Madjid di depan para ulama lainnya dan masyarakat yang menonton yang dalam perdebatan tersebut Guru Abdul Madjid, Pekojan sampai mengatakan agar A. Hasan perlu mengaji shorof lagi. Dalam hal kebudayaan Islam, seorang ulama Betawi, Guru Abdul Mujib, Tanah Abang mengarang senandung maulid dalam bahasa Betawi yang kini kitabnya sudah tidak ditemui lagi. Bahkan dalam hal ketokohan, ulama Betawi menjadi rujukan bagi ulama-ulama tingkat nasional. Misalnya, sebagaimana yang disampaikan oleh Mu`allim Rasyid (pendiri perguruan Ar-Rasyidiyah, Jakarta Utara) sebagai saksi kepada beliau, bahwa KH. Hasyim Asy`ari, pendiri dan tokoh NU, ditemani Bung Karno, Ki Hajar Dewantara, dan Raden Mas Manshur datang dan berkonsultasi kepada Guru Mansur Jembatan Lima bahwa ia akan meninggalkan NU karena satu dan lain hal. Namun, Guru Mansur memberikan saran agar KH. Hasyim Asy`ari tidak meninggalkan NU. Untuk yang mutaakhir adalah Mu`allim KH. Syafi`i Hadzami yang pernah diundang ke Lirboyo, Jawa Timur pada tahun 1976 untuk mempresentasikan pandangannya dalam perdebatannya dengan Prof. Dr. Ibrahim Hosen tentang kedudukan hakim perempuan, padahal Jawa Timur merupakan sentra ulama di pulau Jawa maupun Indonesia. Selain itu, banyak ulama-ulama tingkat Nasional yang mempunyai guru orang Betawi, seperti Buya Hamka. Bukan hanya ulamanya yang terkenal, bahkan seorang putra Betawi di Jatinegara, H. Syamsuddin, sepatu hasil kerajinannya digunakan dan digemari oleh Ratu Belanda.
Namun, masih menurut KH. Saifuddin Amsir, jika melihat kondisi masyarakat Betawi sekarang ini sangat memprihatinkan. Belum muncul ulama sekelas Guru Mansur dan lain-lain. Hal ini menjadi keprihatinan beliau untuk merangkul generasi muda, ustadz-ustadz muda Betawi, dengan menggagas Betawi Corner sehingga diharapkan akan muncul ulama Betawi yang dapat berperan sama dengan para pendahulunya bahkan lebih dan gagasan ini diharapkan dapat bersinergi dengan JIC. Adapun kegiatannya dimulai dari yang sederhana, misalnya, mengadakan isitighosah masyarakat dan ulama Betawi. Konsep beliau tersebut kemudian dimatangkan kembali pada acara Semiloka Betawi Corner di JIC oleh ulama, pakar, pemerhati dan budayawan Betawi, yaitu KH. Fatahillah Ahmadi, Prof. Dr. Yasmine Shahab, Alwi Shahab, Dr. Sechan Shahab, dr. H. Djailani, Drs. KH. Azhari Baedlawie, Yahya Andi Saputra, Dr. Ahmad Syafi`i Mufid, Drs. Achmad Syahrofi, Msi, dan Rakhmad Zailani Kiki. Nama Betawi Corner kemudian disandingkan dengan nama Zawiyah Jakarta, sehingga menjadi Zawiyah Jakarta/Betawi Corner. Diharapkan, Zawiyah Jakarta/Betawi Corner dapat menjadi wadah pergerakan spriritualitas dan intelektualitas serta sebagai wadah pemberdayaan ummat yang manfaatnya diharapkan tidak hanya dirasakan oleh masyarakat Betawi saja tetapi juga oleh masyarakat luas.

B.NAMA LEMBAGA
Nama lembaga ini adalah Zawiyah Jakarta/Betawi Corner.


C.VISI DAN MISI

Menjadi Pusat Pergerakan Spiritualitas, Intelektualitas dan Pemberdayaan Ummat, khususnya untuk masyarakat Betawi.

D.FUNGSI
Zawiyah Jakarta/Betawi Corner, berfungsi sebagai:
1. Tempat pembinaan spiritualitas dan intelektualitas.
2. Tempat untuk melakukan rekacipta kebudayaan Betawi yang Islami.

3. Tempat bertemu, berdiskusi, dan bermusyawarah bagi ulama dan
masyarakat Betawi dan Jakarta untuk merespon persoalan-persoalan yang
muncul di tengah-tengah masyarakat.
4. Tempat yang melahirkan produk-produk pemikiran Islam kontemporer yang
berpegang kepada warisan khazanah Islam masa lalu.
5. Tempat pembibitan dan pengkaderan ustadz-utadz muda Betawi yang akan
menjadi ulama-ulama Betawi yang berkualitas bukan saja untuk masyarakat
Betawi saja tetapi juga untuk kepentingan umat Islam secara keseluruhan di
kemudian hari.
6. Salah satu tempat pemberdayaan sehingga masyarakat Betawi khususnya tidak
tertinggal di bidang pendidikan, sosial dan ekonomi dengan akhlak dan tingkat
pemahaman ke-Islaman yang memadai.

E.STRUKTUR ORGANISASI
Struktur organisasi Zawiyah Jakarta/Betawi Corner terdiri atas: Dewan Pembina; Dewan Penyantun; Pembina; Staf Ahli; dan Dewan Pelaksana yang terdiri atas: Direktris, Manajer Umum, Manajer Informasi dan Komunikasi, Manajer Pengembangan Komunitas dan Jaringan, Manajer Pengkajian dan Riset, Manajer Diklat, Manager Fundraising dan Bisnis.

F.STRATEGI PENGEMBANGAN
Zawiyah Jakarta/Betawi Corner memiliki strategi pengembangan organisasi dengan pendekatan bottom-up dimana aspirasi dan kebutuhan ummat merupakan syarat mutlak bagi setiap penyusunan program, pelaksanaan kegiatan dan respon-respon yang dilakukan oleh organisasi. Ukuran keberhasilan dari pelaksanaan program adalah kemajuan dari ummat itu sendiri sebagai peserta program. Penggalian aspirasi dan kebutuhan ummat tersebut dilakukan melalui survey yang dilakukan secara acak dan obyektif
.